Selasa, 05 Juli 2011

, ,

Khilafah: Wajib dan Perlu

Oleh Ustadz M. Taufik, NT

Ta’rif Khilafah:

Pendapat Imam Ar-Razi mengenai istilah Imamah dan Khilafah dalam kitab Mukhtar Ash-Shihah hal. 186 :

الخلافة أو الإمامة العظمى ، أو إمارة المؤمنين كلها يؤدي معنى واحداً ، وتدل على وظيفة واحدة و هي السلطة العيا للمسلمين

“Khilafah atau Imamah ‘Uzhma, atau Imaratul Mukminin semuanya memberikan makna yang satu [sama], dan menunjukkan tugas yang satu [sama], yaitu kekuasaan tertinggi bagi kaum muslimin.” (Lihat Muslim Al-Yusuf, Daulah Al-Khilafah Ar-Rasyidah wa Al-‘Alaqat Ad-Dauliyah, hal. 23; Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz 8/270). 


Dalam Al Majmu’, Imam Nawawi menyatakan bahwa khilafah disebut juga Imamah Kubra:

لان الامامة الكبرى إنما يقصد بها الخلافة كما قدمنا

Dalam kitab الموسوعة الفقهية bab إمَامَةٌ كُبْرَى disebutkan :

وَالْإِمَامَةُ الْكُبْرَى فِي الِاصْطِلَاحِ : رِئَاسَةٌ عَامَّةٌ فِي الدِّينِ وَالدُّنْيَا خِلَافَةً عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَسُمِّيَتْ كُبْرَى تَمْيِيزًا لَهَا عَنْ الْإِمَامَةِ الصُّغْرَى , وَهُمْ إمَامَةُ الصَّلَاةِ

(Makna) Imamah kubra secara istilah: kepemimpinan umum dalam urusan agama dan dunia sebagai pengganti Rasulullah SAW, dikatakan kubra (besar) untuk membedakan dari imamah sughro (kecil) yakni imam shalat.


Sedangkan khilafah, imamah kubro, imarotul mu’minin, as sulthoth adalah merupakan sinonim yang menunjuk makna yang sama. Ibnu Khaldun dalam kitab Muqaddimah hal 97 menyatakan bahwa khilafah adalah:

قد بينا حقيقة هذا المنصب، وأنه نيابة عن صاحب الشريعة في حفظ الدين، وسياسة الدنيا به، تسمى خلافة وإمامة، والقائم به خليفة وإماماً

“Telah kami jelaskan hakikat kedudukan ini [khalifah] dan bahwa ia adalah pengganti dari Pemilik Syariah [Rasulullah SAW] dalam menjaga agama dan mengatur dunia dengan agama. [Kedudukan ini] dinamakan Khilafah dan Imamah, dan orang yang melaksanakannya [dinamakan] khalifah dan imam.”

Pendapat Para Ulama tentang kewajiban mengangkat Khalifah

Imam an Nawawi (wafat 676 H) dalam Syarh Shohih Muslim (12/205) menulis :

وأجمعوا على أنه يجب على المسلمين نصب خليفة ووجوبه بالشرع لا بالعقل

Dan mereka (kaum muslimin) sepakat bahwa sesungguhnya wajib bagi kaum muslimin mengangkat Kholifah, dan kewajiban (mengangkat khalifah ini) ditetapkan dengan syara’ bukan dengan akal. (lihat juga ‘Aunul Ma’bud, 6/414, Tuhfatul Ahwadzi, 6/397)

Ibnu Hajar Al Haytami Al Makki Asy Syafi’i (wafat 974 H) dalam kitabnya : الصواعق المحرقة على أهل الرفض والضلال والزندقة juz 1 hal 25 menulis:

اعلم أيضا أن الصحابة رضوان الله تعالى عليهم أجمعين أجمعوا على أن نصب الإمام بعد انقراض زمن النبوة واجب بل جعلوه أهم الواجبات

Ketahuilah juga bahwa sesungguhnya para shahabat r.a telah ber ijma’ (sepakat) bahwa mengangkat imam (khalifah) setelah zaman kenabian adalah kewajiban, bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban yang terpenting.

Imam al Mawardi dalam kitab Al Ahkâm As Sulthoniyyah hal 3 mengatakan :

الْإِمَامَةُ مَوْضُوعَةٌ لِخِلَافَةِ النُّبُوَّةِ فِي حِرَاسَةِ الدِّينِ وَسِيَاسَةِ الدُّنْيَا، وَعَقْدُهَا لمن يقومُ بها في الأمة واجب بالاجماع

Imamah diletakkan (diposisikan) untuk mengganti nabi dalam menjaga agama dan mengurus dunia, dan mengangkat orang yang melakukannya (menjaga agama dan mengurus dunia) ditengah-tengah umat merupakan kewajiban berdasarkan ijma’

Al-imam Al-qurthubi, dalam tafsir الجامع لأحكام القرآن ketika menafsirkan ayat 30 dari surah Al-baqarahmenyatakan:

… هذه الآية أصل في نصب إمام وخليفة يسمع له ويطاع، لتجتمع به الكلمة، وتنفذ به أحكام الخليفة. ولا خلاف في وجوب ذلك بين الامة ولا بين الائمة إلا ما روي عن الاصم (1) حيث كان عن الشريعة أصم، وكذلك كل من قال بقوله واتبعه على رأيه ومذهبه،

…ayat ini pokok (yang menegaskan) bahwa mengangkat imam dan khalifah untuk didengar dan dita’ati, untuk menyatukan pendapat serta melaksanakan, melalui khalifah, hukum-hukum tentang khalifah. Tidak ada perbedaan tentang wajibnya hal tersebut diantara umat, tidak pula diantara para imam kecuali apa yang diriwayatkan dari Al-asham[1], yang menjadi syariat Asham, dan begitu pula setiap orang yang berkata dengan perkataannya serta orang yang mengikuti pendapat dan madzhabnya.

Abdurrahman Al Jaziri, dalam kitab الفقه على المذاهب الأربعة juz 5 hal 197 mengatakan :

اتفق الأئمة رحمهم الله تعالى على : أن الإمامة فرض وأنه لا بد للمسليمن من إمام يقيم شعائر الدين وينصف المظلومين من الظالمين وعلى أنه لا يجوز أن يكون على المسلمين في وقت واحد في جميع الدنيا إمامان لا متفقان ولا مفترقان…

Telah sepakat para Imam Madzhab, semoga Allah merahmati mereka, atas: sesungguhnya imamah (khilafah) adalah kewajiban dan sesungguhnya haruslah kaum muslimin mempunyai imam yang menegakkan syi’ar-syi’ar agama, mengambil haknya orang orang yang didzolimi dari orang-orang yang dzolim, dan (mereka sepakat) bahwa sesungguhnya tidak boleh bagi kaum muslimin dalam waktu yang sama di seluruh dunia terdapat dua imam baik mereka sepakat atau bersengketa…

Dalam kitab mausû’ah al Fiqhiyyah bab إمَامَةٌ كُبْرَى dinyatakan:

أَجْمَعَتْ الْأُمَّةُ عَلَى وُجُوبِ عَقْدِ الْإِمَامَةِ , وَعَلَى أَنَّ الْأُمَّةَ يَجِبُ عَلَيْهَا الِانْقِيَادُ لِإِمَامٍ عَادِلٍ , يُقِيمُ فِيهِمْ أَحْكَامَ اللَّهِ , وَيَسُوسُهُمْ بِأَحْكَامِ الشَّرِيعَةِ الَّتِي أَتَى بِهَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم

Umat telah sepakat akan wajibnya mengangkat imamah (khilafah), dan umat wajib tunduk kepada imam yang adil, yang menegakkan hukum-hukum Allah atas mereka, dan mengatur urusan mereka dengan hukum-hukum syara’ yang dibawa Rasulullah SAW.

Kutipan diatas hanya sebagian saja dari pendapat ulama yang mereka gali berdasarkan al Qur’an, As Sunnah serta ijma’ sahabat.

Lafadz Khalifah dalam Hadits Rasulullah

Sebagian orang menolak khilafah karena menurut mereka kata (lafadz) ini tidak ada secara tektual dalam nash, berikut salah satu contoh hadits (dari banyak hadits) yang secara tekstual menyatakan adanya khalifah.

كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ. قَالُوا: فَمَا تَأْمُرُنَا؟ قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ، أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ

"Dulu Bani Israil selalu dipimpin/diurus oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, datang nabi lain menggantikannya. Sesungguhnya tidak ada nabi sesudahku; yang ada adalah para khalifah yang banyak." Para sahabat bertanya, "Apa yang engkau perintahkan kepada kami?" Beliau menjawab, "Penuhilah baiat yang pertama; yang pertama itu saja. Berikanlah kepada mereka haknya, karena Allah nanti akan menuntut pertanggungjawaban mereka atas rakyat yang diurusnya." (HR al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Dengan Khilafah Islam Bisa Diterapkan Secara Totalitas

Sesungguhnya Allah SWT telah menyeru semua manusia –baik muslim maupun kafir– untuk mengerjakan semua perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya. Hanya saja dalam pelaksanaannya, ada hukum-hukum yang dibebankan kepada manusia secara pribadi seperti dalam masalah ‘aqidah dan sebagian besar masalah ibadah mahdhah/ritual, dan banyak pula hukum-hukum yang tidak bisa dan/atau tidak boleh/haram dilakukan individu, antara lain:

1. Hukum-hukum yang berkaitan dengan hubungan internasional yang lahir dari Aqidah Islamiyah. Rasulullah SAW telah menulis surat kepada para kepala negara, mengirim utusan kepada mereka, serta menerima utusan-utusan dari negara lain. Rasulullah bersabda kepada dua orang utusan Musailamah Al Kadzdzaab :

"Kalaulah sekiranya tidak ada ketentuan bahwa utusan-utusan itu tidak boleh dibunuh, niscaya aku sudah membunuh Anda berdua."

Juga Firman Allah SWT :

"…(Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka…" (QS. Al Anfaal : 72)

2. Hukum-hukum jihad, tawanan, dan pertukaran perdagangan antar negara, semuanya termasuk dalam kategori hukum hubungan internasional ini. Dan Rasulullah SAW sendiri telah mengadakan berbagai perjanjian. Beliau SAW bersabda:

"Kaum muslimin bertindak sesuai dengan syarat-syarat yang mereka tetapkan."

3. Hukum-hukum mengenai ‘uqubat (hukuman dan sanksi) yang ditetapkan oleh Islam untuk menjaga agama, jiwa, harta, kehormatan, akal, dan kemuliaan, diantaranya hukum-hukum tentang pencurian, hukum-hukum zina dan para pezina, hukum pembunuhan, meminum khamr, perampasan, orang-orang murtad, qishash, serta hukum qadzaf (menuduh zina), dan penghinaan. hanya dapat dan boleh dilakukan oleh negara/khilafah, dalam hal ini Imam Qurthubi berkata :

“Para fuqaha(ahli fiqh) telah sepakat bahwa siapapun tidak berhak menghukum para pelaku pelanggaran syara’ tanpa seijin penguasa/khalifah, dan tidak boleh suatu masyarakat saling mengadili sesamanya, tetapi yang berhak adalah sulthan/khalifah”[2]

Dan karena menegakkan semua hukum Allah adalah wajib sementara kewajiban ini tidak bisa terlaksana tanpa adanya khilafah, maka berdasarkan qaidah syara’ “Tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengan sesuatu hal, maka hal tersebut adalah wajib”. Sehingga berdasarkan hal ini maka menegakkan khilafah adalah wajib. Kewajiban ini bukan hanya didasarkan pada qaidah ushul ini saja, tetapi juga didasarkan pada dalil-dalil berikut :

a. Al Qur’an : Allah SWT telah berfirman : “Taatilah Allah dan taatilah rasul-Nya dan ulil amri diantara kalian…” (QS An Nisaa : 105), sedangkan terhadap ulil amri Allah SWT berfirman :

“Dan hendaknya engkau memutuskan (perkara) diantara mereka dengan apa yang Allah turunkan…”.(QS Al Maidah: 48, 49) dan karena memutuskan perkara diantara manusia(rakyat) adalah hanya hak khalifah (dengan definisi khalifah/khilafah seperti tersebut dimuka), maka jelaslah bahwa ulil amri disini adalah khalifah. Dan karena dalam ayat ini kita dituntut untuk mentaatinya, maka jelaslah bahwa kita juga wajib untuk merealisasikan hal yang harus kita ta’ati, yakni khalifah.

b. As Sunnah : Sabda Rasulullah : “Barang siapa mati sedangkan dipundaknya tidak ada bai’at (kepada khalifah) maka matinya adalah mati jahiliyyah” [3]
 
c. Ijma’ Shahabat, para shahabat telah sepakat memba’iat Abu Bakar sebagai khalifah setelah Rasulullah wafat, kemudian menyusul Umar, Ustman dan Ali radhiallahuanhum.

Bahkan seluruh imam mazhab dan para mujtahid besar tanpa kecuali, baik dari kalangan ahlussunnah, mu’tazilah, murji’ah maupun khawaarij semuanya sepakat bahwa mengangkat seorang khalifah hukumnya adalah wajib.[4]. Allahu A’lam.

Catatan Kaki:

[1] Al-asham adalah salah satu tokoh senior Mu’tazilah, nama lengkapnya adalah Abu Bakar Al-asham
[2] Tafsir Qurthubi, jilid II hal 237, lihat juga Ali Ash Shabuni, Tafsir Ayatul Ahkam, jld II h.32
[3] Shahih Muslim, Hadist no. 1851, Tartib musnad Imam Ahmad, jld XXIII, h. 119
[4] Abdurrahman Al Jaziri, Al Fiqh ‘Ala al Madzaahib Al Arba’ah, juz V hal.614; Ibnu Hazm (Wafat th. 456 H), Al Fashl fil Milal wal Ahwa’ wan Nihal, juz IV hal 90, Abu Hanifah (wafat 150 H) dan Imam Syafi’I (wafat 204 H), Fiqhul Akbar, pasal 57 – 62; Imam Fakhruddin Ar Raazi (wafat 606 H), Al Masaailul Khamsun fi Ushuliddin, masalah ke 47 – 50, …

Sumber:
http://mtaufiknt.wordpress.com/2010/03/02/khilafah-wajib-ditegakkan-dan-perlu/

0 komentar :

Posting Komentar